Senin, 09 April 2012

Bila Anak Mulai Suka Membantah, Coba yang ini ya..


Hampir semua anak pernah membantah atau melawan terhadap orangtuanya. Bagaimana itu terjadi? Menurut  John Gray, Ph.D., dalam bukunya Children Are from Heaven, ‘perlawanan’ seorang anak terhadap orangtuanya karena dia mulai mempunyai kemauan, keinginan, dan kebutuhan sendiri. Dia beranggapan bahwa kalau saja orangtua mengerti, mereka pasti mau mendukung kemauan, keinginan atau kebutuhannya itu. Perilaku tersebut juga menandakan perkembangan kemandirian dalam diri anak. Mungkin dia sudah merasa sebagai anak besar yang bisa melakukan segalanya sendiri.

Perasaan tersebut membuat si kecil mudah tersinggung bila ada tekanan dari luar dirinya. Itulah mengapa sikapnya bisa berubah saat mendengar kata-kata perintah atau larangan. Perubahan sikap tersebut bisa dalam bentuk anak menjadi penurut atau justru melakukan perlawanan. Namun perasaan mandiri tak selamanya jelek. Sebab, kemandirian ini juga bermakna bahwa anak sudah punya pendirian, suatu potensi yang sangat penting bagi kreativitas anak.

Tak hanya itu. Aksi perlawanan juga bisa muncul bila anak merasa diperlakukan tak adil. Anak yang disuruh melakukan sesuatu secara kasar, direndahkan harga dirinya, dan dituntut untuk selalu menuruti kemauan orangtuanya, biasanya akan merasa bahwa dirinya diperlakukan tak adil dan sewenang-wenang. Ini  merupakan reaksi yang wajar. Siap sih yang mau menerima kesewenang-wenangan?

Hati-hati bila Sering Terjadi

Dilarang sedikit saja, si kecil membantah, memberontak atau melawan. Bagaimana bila anak berperilaku demikian? Jangan didiamkan saja. Sebagai orangtua, Anda punya kewajiban   mengurangi ‘hobinya’ yang satu itu. Anak yang terlalu sering membantah, bisa jadi memang ada ‘sesuatu’ dengan sikapnya. Nah, kiat berikut bisa dicoba:

       Hargai anak. Sikap yang adil, hangat, penuh kasih sayang dan cenderung menghargai anak, akan melahirkan sikap yang kooperatif pula. Inilah yang lebih dulu mesti diciptakan dalam keluarga. Dengan menghargai anak, anak pun akan menghargai orangtuanya. Semua merupakan cerminan sikap kita sendiri terhadap mereka. Selain itu, terimalah kekurangan dan kelebihan anak secara wajar. Bila anak tak dapat melakukan sesuatu, jangan melecehkan,  tapi berilah motivasi agar suatu saat bisa lebih baik. Bila anak mampu, Anda pun tak perlu berlebihan memujinya. Fokuslah pada kelebihannya, bukan kekurangannya, sehingga Anda selalu merasa bersyukur memiliki anak yang luar biasa.

    Dengarkan keluhannya. Sediakan waktu sedapat mungkin untuk mendengarkan keluhan dan penolakan anak. Bila si kecil merasa kebutuhan untuk dimengerti sudah terpenuhi,  seketika itu  bagian terbesar ‘perjuangannya’ sudah selesai. Anak akan menyadari bahwa dia begitu diperhatikan oleh orangtuanya. Cara ini akan memperkecil sikap menentang dan menciptakan sikap kooperatif anak.

   Ungkapan dengan jelas. Ketika menemukan sikapnya yang menjengkelkan itu, ungkapkanlah ketidaksenangan Anda dengan kalimat yang jelas dan tak memojokkan anak.  Ketimbang mengatakan, “Ayo cepat mandi, Mama nggak suka punya anak malas dan bau,” lebih baik katakan, ”Yuk, kita mandi Sayang biar wangi. Setelah itu boleh menonton teve lagi.”  Anak tentu senang mendapat perlakuan seperti itu.

   Menjalin hubungan baik. Binalah hubungan yang hangat dan akrab dengan si kecil. Perhatikan kebutuhannya dan pastikan Anda telah memenuhinya. Jalin komunikasi yang hangat dengan memberinya waktu yang berkualitas. Makin menyenangkan Anda di mata anak, si kecil tentu akan lebih terbuka. Jangan lupa, tanamkan nilai-nilai moral dan norma sosial yang berlaku.

   Hindari hukuman fisik dan kata-kata yang menusuk saat mengingatkan anak. Bila anak merasa direndahkan, maka dia akan semakin “menjauh”. Jalinan komunikasi yang lancar, penerimaan, dan penghargaan dari orang tua, akan membuat anak merasa diterima, membangun rasa percaya dirinya, dan mau bekerja sama. Lakukan semua usaha dengan lembut, tegas, dan konsisten, supaya mendapatkan hasil yang efektif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar