Minggu, 13 November 2011

Bayi lebih baik Tidur bersama Ibu 3 Tahun

Ingin anak-anak Anda lebih sehat dan  terhindar dari stres hingga beranjak dewasa? Saat lahir hingga usia anak mencapai tiga tahun, buah hati harus tidur satu kasur dengan ibu.

Saran yang cukup kontroversi ini datang dari seorang dokter anak, Nils Bergman. Dia menemukan, bayi berusia dua hari yang tidur bersama ibu mereka tidur lebih nyenyak dibandingkan bayi yang tidur di kasur terpisah. Jantung anak-anak yang tidak berada satu tempat tidur dengan ibu mereka juga lebih banyak mengalami stres. 

Tidur terpisah membuat ikatan antara ibu dan anak lebih sulit dijalin, sehingga mempengaruhi perkembangan otak yang menyebabkan perilaku buruk saat anak tumbuh dewasa.

Dr Bergman, dari Universitas Cape Town, Afrika Selatan, mengatakan untuk perkembangan optimal, bayi baru lahir harus tidur di dada ibu selama beberapa minggu pertama. Setelah itu, mereka harus tidur sekasur dengan si ibu hingga berusia tiga, bahkan empat tahun. 

Namun, studi yang meneliti kaitan antara berbagi tempat tidur dengan  peningkatan risiko kematian menimbulkan ketakutan tersendiri bagi para ibu. Mereka khawatir tanpa sadar mereka akan menimpa anak mereka saat tidur. Dalam penelitian di Inggris, dua pertiga dari kasus kematian bayi mendadak terjadi saat bayi dan ibu berbagi tempat tidur. 

Dr Bergman mengatakan, "Bayi tercekik dan meninggal saat sedang tidur bukan karena ibu mereka. Tetapi karena hal-hal lain seperti asap beracun, rokok, alkohol, bantal-bantal besar dan mainan berbahaya," katanya seperti dikutip Daily Mail.

Dalam percobaan, 16 bayi diteliti saat sedang tidur bersama ibu mereka. Setelah diamati, stres yang dialami jantung bayi tiga kali lipat lebih rendah daripada saat mereka tidur sendirian.

Saat berada di ranjang terpisah, tidur bayi lebih terganggu, otak bayi lebih cenderung sedikit bertransisi dari dua siklus tidur, aktif dan tenang. Bayi yang tidur sendiri juga memiliki kualitas tidur yang lebih buruk. 

Peneliti percaya, tahap transisi ini sangat berpengaruh pada pengembangan otak bayi. Riset pada hewan menghubungkan kombinasi stres dan kurang tidur menyebabkan masalah perilaku pada masa remaja. Perubahan pada hormon stres juga berkaitan dengan adanya masalah kesehatan seksual di masa datang.

Yayasan Kelahiran Nasional Inggris menyatakan, berbagi kasur antara bayi dan orang tua tak berefek negatif selama orang tua tidak merokok, minum minuman beralkohol atau narkoba, tidak kegemukan, sakit atau sangat kelelahan.

Tingkat Kecerdasan (IQ) ternyata bisa Berfluktuasi

Selama ini, banyak orang menganggap level IQ (intelligence quotient), bersifat tetap. Namun, faktanya tak demikian. Ternyata, level IQ secara signifikan berfluktuasi di masa remaja. 

Artinya, level IQ seseorang bisa naik dan bisa turun. Hal ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan tim dari Wellcome Trust Centre for Neuroimaging di Inggris. Memang, sampai saat ini level IQ masih jadi patokan.

Jika hasil tes menunjukkan skor yang tinggi, seorang anak dianggap jenius. Sementara, jika skor IQ rendah, seorang anak dianggap tak terlalu pintar. Padahal, menurut penelitian, fakta soal IQ lebih rumit dari hal itu. 

Penelitian ini melibatkan 33 anak yang berusia 12 hingga 16 tahun. Tim melakukan tes IQ pada mereka. Empat tahun kemudian, mereka menjalani tes yang sama dan hasil tes menunjukkan satu dari lima anak mengalami fluktuasi dari satu kategori IQ, seperti kepintaran rata-rata. Beberapa anak, menunjukkan peningkatan IQ sebesar 21 poin dan ada juga yang turun 18 poin. 

"Perubahan sebesar 20 poin merupakan perbedaan besar. Jika level IQ seseorang yang awalnya 110 menjadi 130, maka ia berubah dari kategori rata-rata menjadi superior. Lalu jika poin awal 104 menjadi 84, maka berubah dari kategori normal menjadi rendah," kata Profesor Cathy Price, salah satu peneliti, dikutip dari cbsnews.com.

Hasil pemindaian otak pada anak-anak menunjukkan bahwa perubahan IQ juga bisa dilihat dari perubahan struktural dalam otak. "Perubahan dalam level IQ adalah sesuatu yang nyata," kata Dr. Sue Ramsden, asisten peneliti.

Lalu, apa pemicu naik dan turunnya level IQ? Menurut peneliti, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengerahuinya. Tetapi hal ini bisa jadi indikasi, bahwa hasil tes IQ pada beberapa orang bisa jadi karena ia terlalu cepat tumbuh atau mungkin terlambat. 

Jadi, orangtua tak perlu terlalu cepat menyerah pada anak yang hasil IQnya rendah. Sangat penting untuk menanamkan pada seorang anak, kalau ia adalah seorang yang pintar, demi perkembangan psikologisnya. 

"Kita (sebagai psikolog) harus berhati-hati dalam menulis 'buruk' terutama pada hasil tes IQ tahap awal. Pada kenyataannya, IQ mereka dapat meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun," kata Price.

Lelaki jadi Lebih Baik Setelah Jadi Ayah

Hadirnya seorang anak dalam kehidupan pernikahan tak hanya memberikan kebahagiaan, tetapi juga menyebabkan perubahan drastis pada gaya hidup orangtua.

Menjadi seorang ayah untuk pertama kalinya bisa membuat pria menjauhi kecanduan mereka akan rokok, minuman keras, bahkan kejahatan. Seperti dilansir dari Daily Mail, penelitian ini mengungkapkan bahwa sifat kebapakan dapat mengekang perilaku buruk mereka. Ayah berusia 20-an atau 30-an akan lebih dewasa dibanding mereka yang lebih muda dan lajang.

Para peneliti asal AS ini mengatakan hasil survei,  terutama untuk pria yang berusia lebih tua, cenderung berubah lebih baik karena mereka merasakan keharusan menjadi lebih dewasa. Mereka dituntut menjadi contoh yang baik bagi anak. Inilah mengapa mereka bersedia tanpa disuruh meninggalkan kebiasaan buruk mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Oregon Stage ini meneliti 200 pria berusia 12-31 tahun yang diklasifikasikan berisiko memiliki perilaku destruktif. Mereka memantau relawan setiap tahunnya selama 19 tahun, melihat bagaimana asupan alkohol dan rokok berubah seiring bertambahnya usia.

Diterbitkan pada Journal of Marriage and Family, penelitian ini menemukan pria berusia 20-an dan awal 30-an ketika menjadi seorang ayah menunjukkan penurunan lebih besar pada konsumsi rokok dan alkohol.

"Menjadi sorang ayah dapat menjadi pengalaman transformatif bagi seorang pria. Ini menjadikan peluang bagi istri yang ingin merubah kebiasaan buruk suami karena sebagai ayah yang baik mereka bersedia melakukan apapun untuk anak mereka," ujar Professor David Kerr, penulis penelitian

Rabu, 09 November 2011

Keluarga dengan 2 anak wanita sering bahagia


Sebuah penelitian menarik tentang anak dan keluarga dilakukan di Inggris. Dari penelitian itu terungkap, keluarga paling bahagia adalah mereka yang punya dua anak perempuan.

Penelitian tersebut dibuat oleh situs bounty.com. Ada 2.116 orangtua yang memiliki anak 16 tahun dan di bawah itu, menjadi responden. Yang diteliti adalah, bagaimana kehidupan keluarga dengan berbagai kombinasi anak, misalnya keluarga yang memiliki dua anak perempuan, keluarga yang punya dua anak lak-laki dan lain-lain. Penelitian itu meneliti 12 kombinasi anak dalam sebuah keluarga.

Dari penelitian itu terungkap, keluarga yang punya dua anak perempuan paling harmonis ketimbang keluarga dengan kombinasi anak lainnya. Keluarga tersebut jadi jarang bertengkar. Dua anak perempuan juga jarang membangkang ucapan orangtua mereka, tidak terlalu berisik dan percaya pada orangtua.

Hal yang jauh berbeda terjadi pada keluarga dengan empat anak perempuan. Mereka yang memiliki empat anak perempuan, jadi keluarga yang paling tidak bahagia dibanding keluarga lainnya. 1 dari 4 keluarga tersebut mengaku tidak 100% bahagia dengan hidup mereka, dan 1 dari 3 keluarga mengungkapkan sulit untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Misalnya saja saat anak-anak sakit, para orangtua ini sulit berbagi perhatian untuk keempat anak mereka. Saat pagi hari datang, orangtua dengan empat anak perempuan juga menjadi sangat sibuk dan sulit menyiapkan semua keperluan.

"Ayah dan ibu yang menjadi responden kami adalah orangtua yang mencintai anak-anaknya. Tapi mereka yang memiliki keluarga lebih besar kesulitan menemukan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari," ujar juru bicara dari bounty.com, Faye Mingo seperti dilansir Telegraph.

"Semakin banyak anak perempuan yang dimiliki, mereka jadi semakin sibuk, lebih sibuk dari mereka yang punya anak laki-laki," tambahnya.

Dalam penelitiannya, bounty.com meminta para orangtua memberikan rangking pada berbagai perilaku anak-anak mereka. Dua anak perempuan mendapatkan skor tertinggi dalam penilaian tersebut. Mereka lebih mudah dipahami, mau membantu mengurus rumah dan secara umum, saling menyayangi.

Dari penelitian yang dilakukan bounty tersebut, Mingo berharap para orangtua lebih banyak memberikan waktu berkualitas untuk anak-anak mereka. Para orangtua juga harus mengingatkan anak-anaknya, betapa beruntungnya memiliki saudara kandung. Buat juga ritual keluarga, seperti makan dan main bersama sehingga keluarga menjadi lebih dekat.

Berikut ini kombinasi anak dari yang terbaik ke terburuk, berdasarkan survei bounty.com:

1. Dua anak perempuan
2. Satu anak laki-laki dan satu anak perempuan
3. Dua anak laki-laki
4. Tiga anak perempuan
5. Tiga anak laki-laki
6. Empat anak laki-laki
7. Dua anak perempuan dan satu anak laki-laki
8. Dua anak laki-laki dan satu anak perempuan.
9. Tiga anak laki-laki dan satu anak perempuan
10. Tiga anak perempuan dan satu anak laki-laki
11. Dua anak laki-laki dan satu anak perempuan
12. Empat anak perempuan

Kelebihan memiliki dua anak perempuan:

1. Jarang berisik
2. Membantu mengurusi rumah
3. Jarang bertengkar dan berdebat
4. Bermain bersama dengan baik
5. Jarang saling cuek
6. Percaya pada orangtua
7. Tingkah laku atau sikapnya cukup baik
8. Sangat menyukai satu sama lain
9. Penurut
10. Jarang Saling Mengganggu

Kekurangan punya empat anak perempuan:

1. Bertengkar dan berdebat sepanjang waktu
2. Kurang penurut
3. Kerap tidak saling menyukai
4. Waktu tidur bisa jadi mimpi buruk
5. Sering membuat berisik rumah
6. Jarang percaya pada orangtua
7. Harus memiliki rumah dan mobil yang besar

ibu yang bahagia berpengaruh positif ke anak


 Para peneliti di Inggris mencari tahu apa yang membuat anak-anak bahagia dengan kehidupan mereka. Temuan penelitian tersebut anak bahagia jika ibu mereka bahagia. Sedangkan kebahagiaan ayah tidak terlalu menentukan kepuasaan hidup anak.

'The Understanding Society' itulah nama penelitian yang melibatkan 40 ribu rumah tangga di Inggris. Ada 6.441 wanita, 5.384 pria dan 1.268 anak yang jadi responden penelitian tersebut.

Dilansir Daily Mail, 60% anak-anak dalam penelitian itu yang ibunya bahagia dengan hidup mereka, merasa sangat puas dengan kehidupan keluarga sekarang. Sebaliknya, 55% anak yang ibunya tidak bahagia, merasa hidupnya kurang membahagiakan.

Penelitian yang melibatkan anak berusia 10-15 tahun itu mencari tahu bagaimana hubungan antara pasangan menikah dan hubungan antara orangtua dengan anak. Tiga peneliti dalam penelitian tersebut yang berasal dari Institute for Social and Economic Research, Professor John Ermisch, Dr Maria Iacovou dan Dr Alexandra Skew mengungkapkan, anak yang paling bahagia adalah mereka yang tinggal dengan kedua orangtua, tanpa adik, tidak sering bertengkar dengan orangtua, makan malam bersama setidaknya tiga kali dalam seminggu dan sang ibu bahagia dengan keluarganya.

"Penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan keluarga dan orangtua yang bahagia adalah kunci kebahagiaan anak. Hal ini bertolak belakang dengan anggapan yang ada selama ini kalau anak-anak hanya mau menghabiskan waktu dengan bermain videogame atau menonton televisi. Yang kami temukan anak-anak justru merasa bahagia jika bisa berinteraksi dengan orangtua atau saudara mereka," urai Dr Maria Iacovou.