Jumat, 23 September 2011

Ibu Bekerja Tak Perlu Merasa Terlalu Bersalah Meninggalkan Anak

Ibu bekerja memang pilihan yang susah, disatu sisi seorang ibu perlu untuk mengasuh si kecil, sedang disisi lain juga perlu mengisi pundi pundi keluarga, nah bagaimana sih trend yang sekarang ini..?

TIDAK perlu khawatir bagi Anda yang harus bekerja, namun masih memiliki anak kecil. Meninggalkan anak di rumah tidak akan berpengaruh pada perilakunya saat besar kelak. Selama ini wanita karier sering cemas meninggalkan anaknya di rumah.

Itu karena ada anggapan bahwa anak yang tidak didampingi ibunya rentan mengalami gangguan perilaku. Salah satu gangguan yang dikhawatirkan para ibu bekerja, antara lain gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) pada sang buah hati.

Namun, sebuah penelitian menunjukkan, anak-anak yang ibunya bekerja di luar rumah tidak akan mengalami kecenderungan untuk mendapatkan masalah perilaku atau emosional saat berusia lima tahun dibandingkan anak-anak yang ibunya tinggal di rumah. Studi tersebut diterbitkan dalam Journal of Epidemiology and Community Health.

Menurut Bureau of Labor Statistics, pada 2010, sekitar 64 persen dari kaum ibu di Amerika, yang memiliki anak-anak di bawah usia enam tahun bekerja di luar rumah.

“Kami tidak melihat adanya efek yang merugikan pada perilaku anak-anak dengan pekerjaan ibunya,” kata peneliti studi Anne McMunn PhD, seorang peneliti senior di University College London, Inggris, seperti dikutip laman WebMD.

Hidup dengan dua orangtua yang bekerja tampaknya menjadi pilihan terbaik untuk anak-anak. Dan, efek ini jelas terlihat, bahkan setelah peneliti memperhitungkan tingkat pendidikan ibu dan pendapatan rumah tangga. Hasil penelitian menyebutkan, seorang anak perempuan justru bertingkah laku buruk jika ibunya tinggal di rumah.

Anak perempuan dengan ibu yang tidak bekerja sama sekali dalam lima tahun pertama kehidupan mereka, dua kali kecenderungan memiliki masalah perilaku pada usia lima tahun.

“Ibu bekerja tidak perlu merasa bersalah bahwa pilihannya ini akan berdampak pada perkembangan sosial, emosional, atau perilaku anak-anak mereka,” tutur McMunn.

 “Dan jika pun ada (dampak), mereka mungkin melakukan pelayanan dalam hal meningkatkan pendapatan keluarga dan beberapa efek positif untuk anak perempuan,” lanjutnya.

Studi baru ini menganalisis data mengenai pekerjaan orang tua ketika anak-anak masih bayi, usia tiga tahun dan lima tahun.

Para peneliti membandingkan informasi ini dengan perilaku sosial dan emosional pada anak usia tiga dan lima tahun untuk melihat, apakah status pekerjaan ibu memiliki efek pada risiko gangguan mental anak di kemudian hari.

“Penelitian ini dilakukan di Inggris, tapi temuan ini mungkin berlaku juga di Amerika Serikat,” imbuh McMunn.

Charles Shubin MD, direktur medik di Children’s Health Center of Mercy Family Care di Baltimore, dan profesor pediatrik di University of Maryland mengatakan, pilihan pengasuh anak memainkan peran besar dalam bagaimana anak-anak dipengaruhi oleh status pekerjaan orangtua.

“Anda tidak bisa hanya melimpahkan anak (ke pengasuh),” tuturnya.

“Anda masih harus berhubungan dengan anak-anak. Anda harus terlibat dalam kehidupan anak-anak dan mereka perlu tahu Anda seperti apa. Jika anak merasa tidak diterima, mereka akan memiliki masalah pemusatan perhatian, terlepas apakah ibu mereka bekerja di luar rumah atau tidak,” tutur Shubin.

Susan Newman PhD, seorang psikolog sosial di Middlesex County, NJ, dan penulis beberapa buku, termasuk The Case for the Only Child, menuturkan, studi baru ini memvalidasi apa yang telah diketahui umum selama bertahun- tahun.

“Pilihan bekerja itu ada harganya,” kata Newman.

“Jika Anda andal, menjadi pengasuh yang baik, bekerja tidak akan memiliki efek negatif pada anak-anak, ketika banyak orang percaya soal itu,” lanjutnya.

“Tidak ada yang secara konkret menemukan adanya efek negatif pada anak-anak jika Anda seorang ibu yang bekerja. Faktanya, orangtua menjalankan pekerjaan yang terbaik karena memiliki suatu kepentingan di luar anak-anak, dan bekerja tentunya merupakan salah satu kepentingan-kepentingan itu,” katanya.

“Jika Anda perlu atau ingin bekerja, rasa bersalah adalah emosi yang sia-sia,” sebut Newman.

Hasil penelitian ini sempat mendapat tanggapan miring. Beberapa peneliti lain mengatakan, kalau meninggalkan anak di bawah asuhan orang lain dan ibu bekerja akan membuat anak memiliki kelakuan buruk.

Namun, menurut peneliti tersebut, jika seorang ibu berhasil membuat pekerjaan dan hubungan batinnya dengan sang anak tetap seimbang, maka dia bisa lebih sukses dalam keluarga dan pekerjaan. Untuk mengatasinya, ibu yang bekerja di luar rumah harus bijaksana mengatur waktu.

Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga memang sangat mulia,tetapi tetap harus diingat bahwa tugas utama seorang ibu adalah mengatur rumah tangga. Ibu yang harus berangkat bekerja pagi hari dan pulang pada sore hari tetap harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak.

Tak lupa ibu juga menyempatkan bercanda dengan anak dan memeriksa tugas-tugas sekolah anak meskipun sangat capek setelah seharian bekerja di luar rumah. Namun, pengorbanan tersebut akan menjadi suatu kebahagiaan jika melihat anak-anaknya bertumbuh menjadi pribadi yang kuat dan stabil.

Sementara untuk ibu yang bekerja di dalam rumah pun tetap harus mampu mengatur waktu dengan bijaksana. Namun, tugas tersebut tentunya bukan hanya tugas ibu,tetapi ayah juga harus ikut menolong ibu untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga sehingga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga akan tetap terjaga dengan baik.

Ada Juga ibu yang terlalu merasa bersalah...Baca artikel kami di SebelahSini 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar