Sabtu, 24 September 2011

Tidur Anak kurang dari 9 Jam Pengaruhi Kecerdasan

Tidur yang cukup merupakan hal yang penting pada setiap individu, termasuk anak. Jumlah jam tidur seberapa yang cukup tentu menjadi pertanyaan.

Karena itu, Moms, kini saatnya untuk mulai memerhatikan jam tidur buah hati tercinta. Pasalnya, saat anak tidur kurang dari 9 jam, kemungkinan besar dia akan mengalami kesulitan belajar di sekolah pada pagi harinya.

Setidaknya itu menurut studi baru yang dilakukan oleh University of Barcelona terhadap 142 anak berusia 6 hingga 8 tahun. Dalam studi tersebut, peneliti menemukan bahwa kelelahan mata akibat menonton tv dan kebiasaan bermain komputer hingga larut malam memengaruhi nilai akademik anak.

Anak menjadi sulit berkomunikasi dan mengerjakan latihan dasar matematika. Bahkan, ingatan dan kemampuan belajar sang anak pun ikut memburuk. Demikian seperti yang disitat Dailymail, Jumat (16/9/2011).

Ramon Cladellas, ketua studi menuturkan pentingnya tidur malam yang baik, "Kurang tidur pada anak akan memengaruhi perkembangan kecerdasan dia. Zaman sekarang, orangtua terlalu memanjakan anak dan membiarkan mereka berkutat dengan tv, game dan komputer hingga larut malam. Sementara, hal itu justru menurunkan kecerdasan anak. Maka, penting untuk mulai memperhatikan jam tidur anak untuk perkembangan otak yang baik."

Artikel Lain tentang Kecerdasan Si Kecil, bisa diklik SebelahSini

Jumat, 23 September 2011

Ibu Bekerja Tak Perlu Merasa Terlalu Bersalah Meninggalkan Anak

Ibu bekerja memang pilihan yang susah, disatu sisi seorang ibu perlu untuk mengasuh si kecil, sedang disisi lain juga perlu mengisi pundi pundi keluarga, nah bagaimana sih trend yang sekarang ini..?

TIDAK perlu khawatir bagi Anda yang harus bekerja, namun masih memiliki anak kecil. Meninggalkan anak di rumah tidak akan berpengaruh pada perilakunya saat besar kelak. Selama ini wanita karier sering cemas meninggalkan anaknya di rumah.

Itu karena ada anggapan bahwa anak yang tidak didampingi ibunya rentan mengalami gangguan perilaku. Salah satu gangguan yang dikhawatirkan para ibu bekerja, antara lain gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) pada sang buah hati.

Namun, sebuah penelitian menunjukkan, anak-anak yang ibunya bekerja di luar rumah tidak akan mengalami kecenderungan untuk mendapatkan masalah perilaku atau emosional saat berusia lima tahun dibandingkan anak-anak yang ibunya tinggal di rumah. Studi tersebut diterbitkan dalam Journal of Epidemiology and Community Health.

Menurut Bureau of Labor Statistics, pada 2010, sekitar 64 persen dari kaum ibu di Amerika, yang memiliki anak-anak di bawah usia enam tahun bekerja di luar rumah.

“Kami tidak melihat adanya efek yang merugikan pada perilaku anak-anak dengan pekerjaan ibunya,” kata peneliti studi Anne McMunn PhD, seorang peneliti senior di University College London, Inggris, seperti dikutip laman WebMD.

Hidup dengan dua orangtua yang bekerja tampaknya menjadi pilihan terbaik untuk anak-anak. Dan, efek ini jelas terlihat, bahkan setelah peneliti memperhitungkan tingkat pendidikan ibu dan pendapatan rumah tangga. Hasil penelitian menyebutkan, seorang anak perempuan justru bertingkah laku buruk jika ibunya tinggal di rumah.

Anak perempuan dengan ibu yang tidak bekerja sama sekali dalam lima tahun pertama kehidupan mereka, dua kali kecenderungan memiliki masalah perilaku pada usia lima tahun.

“Ibu bekerja tidak perlu merasa bersalah bahwa pilihannya ini akan berdampak pada perkembangan sosial, emosional, atau perilaku anak-anak mereka,” tutur McMunn.

 “Dan jika pun ada (dampak), mereka mungkin melakukan pelayanan dalam hal meningkatkan pendapatan keluarga dan beberapa efek positif untuk anak perempuan,” lanjutnya.

Studi baru ini menganalisis data mengenai pekerjaan orang tua ketika anak-anak masih bayi, usia tiga tahun dan lima tahun.

Para peneliti membandingkan informasi ini dengan perilaku sosial dan emosional pada anak usia tiga dan lima tahun untuk melihat, apakah status pekerjaan ibu memiliki efek pada risiko gangguan mental anak di kemudian hari.

“Penelitian ini dilakukan di Inggris, tapi temuan ini mungkin berlaku juga di Amerika Serikat,” imbuh McMunn.

Charles Shubin MD, direktur medik di Children’s Health Center of Mercy Family Care di Baltimore, dan profesor pediatrik di University of Maryland mengatakan, pilihan pengasuh anak memainkan peran besar dalam bagaimana anak-anak dipengaruhi oleh status pekerjaan orangtua.

“Anda tidak bisa hanya melimpahkan anak (ke pengasuh),” tuturnya.

“Anda masih harus berhubungan dengan anak-anak. Anda harus terlibat dalam kehidupan anak-anak dan mereka perlu tahu Anda seperti apa. Jika anak merasa tidak diterima, mereka akan memiliki masalah pemusatan perhatian, terlepas apakah ibu mereka bekerja di luar rumah atau tidak,” tutur Shubin.

Susan Newman PhD, seorang psikolog sosial di Middlesex County, NJ, dan penulis beberapa buku, termasuk The Case for the Only Child, menuturkan, studi baru ini memvalidasi apa yang telah diketahui umum selama bertahun- tahun.

“Pilihan bekerja itu ada harganya,” kata Newman.

“Jika Anda andal, menjadi pengasuh yang baik, bekerja tidak akan memiliki efek negatif pada anak-anak, ketika banyak orang percaya soal itu,” lanjutnya.

“Tidak ada yang secara konkret menemukan adanya efek negatif pada anak-anak jika Anda seorang ibu yang bekerja. Faktanya, orangtua menjalankan pekerjaan yang terbaik karena memiliki suatu kepentingan di luar anak-anak, dan bekerja tentunya merupakan salah satu kepentingan-kepentingan itu,” katanya.

“Jika Anda perlu atau ingin bekerja, rasa bersalah adalah emosi yang sia-sia,” sebut Newman.

Hasil penelitian ini sempat mendapat tanggapan miring. Beberapa peneliti lain mengatakan, kalau meninggalkan anak di bawah asuhan orang lain dan ibu bekerja akan membuat anak memiliki kelakuan buruk.

Namun, menurut peneliti tersebut, jika seorang ibu berhasil membuat pekerjaan dan hubungan batinnya dengan sang anak tetap seimbang, maka dia bisa lebih sukses dalam keluarga dan pekerjaan. Untuk mengatasinya, ibu yang bekerja di luar rumah harus bijaksana mengatur waktu.

Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga memang sangat mulia,tetapi tetap harus diingat bahwa tugas utama seorang ibu adalah mengatur rumah tangga. Ibu yang harus berangkat bekerja pagi hari dan pulang pada sore hari tetap harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak.

Tak lupa ibu juga menyempatkan bercanda dengan anak dan memeriksa tugas-tugas sekolah anak meskipun sangat capek setelah seharian bekerja di luar rumah. Namun, pengorbanan tersebut akan menjadi suatu kebahagiaan jika melihat anak-anaknya bertumbuh menjadi pribadi yang kuat dan stabil.

Sementara untuk ibu yang bekerja di dalam rumah pun tetap harus mampu mengatur waktu dengan bijaksana. Namun, tugas tersebut tentunya bukan hanya tugas ibu,tetapi ayah juga harus ikut menolong ibu untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga sehingga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga akan tetap terjaga dengan baik.

Ada Juga ibu yang terlalu merasa bersalah...Baca artikel kami di SebelahSini 

Kamis, 22 September 2011

Bukti Penelitian kalo ASI Bikin Anak Cerdas

Memiliki anak yang cerdas pasti idaman setiap orangtua, dan banyak hal yang mempengaruhi hal tersebut, termasuk diantaranya adalah pemberian ASI

Tidak hanya bermanfaat bagi kecukupan nutrisi, ASI eksklusif terbukti mampu mencerdaskan otak anak, terutama perkembangan dalam bidang perbendaharaan kata dan penalaran. Sebuah studi terbaru di Inggris mengungkap, anak-anak yang diberi air susu ibu (ASI) ternyata memiliki nilai lebih tinggi pada tes perbendaharaan kata dan penalaran pada usia lima tahun, dibanding mereka yang tidak disusui. ASI juga tampaknya membuat perbedaan besar bagi bayi prematur dan bisa membantu mereka mengejar ketertinggalan dalam perkembangan otaknya.

”Ada asam lemak esensial dalam ASI yang baik untuk perkembangan sel pada umumnya dan peningkatan kemampuan otak pada khususnya,” kata Amanda Sacker, salah satu penulis dari studi baru ini yang berasal dari Institute for Social and Economic Research di University of Essex.

Ada hormon penting yang tidak terdapat dalam susu formula. ”Selain itu, mungkin anak-anak yang diberi ASI mendapatkan lebih banyak pelukan. Ini tentu memberikan semacam keuntungan untuk mereka juga,” tutur Sacker seperti dikutip Reuters.

Meskipun Sacker dan rekan-rekannya mampu memperhitungkan banyak faktor, seperti pendidikan ibu dan seberapa harmonis keluarga mereka, penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa ASI mampu meningkatkan aspek kognitif pada anak. Sebagai contoh, para peneliti tidak memiliki data mengenai seberapa besar IQ orangtua anak tersebut, yang mungkin memengaruhi baik atau tidaknya proses menyusui dan seberapa baik nilai yang didapat anak-anak mereka pada tes pikiran dan penalaran.

Namun temuan yang diterbitkan dalam The Journal of Pediatrics ini mengarah kepada hubungan sebab-akibat. Data dalam penelitian ini berasal dari sekitar 12.000 bayi yang lahir di Inggris antara 2000 dan 2002. Ketika bayi berusia sembilan bulan dan pada kunjungan-kunjungan berikutnya, orangtua telah ditanya apakah anak mereka diberi ASI dan sampai umur berapa. Kemudian pada usia lima tahun, anak-anak tersebut diminta mengikuti tes yang mengukur perbendaharaan kata, penalaran, dan keterampilan spasial.

Sekira enam atau tujuh dari 10 bayi umumnya diberi ASI untuk jangka waktu tertentu. Apakah mereka lahir tepat waktu atau prematur, anak-anak tersebut cenderung mendapatkan nilai lebih baik pada sejumlah tes. Mereka yang lahir tepat waktu dan mendapatkan ASI selama empat atau enam bulan, pengetahuan soal perbendaharaan kata dan gambar terkait tes penalaran akan lebih maju beberapa bulan dibanding bayi yang tidak mengonsumsi ASI.

Sementara itu, bayi prematur yang diberi ASI minimal dua bulan juga memiliki kemampuan pada pengenalan gambar dan tes spasial lebih baik dibanding dengan anak berusia lima tahun yang lahir prematur. Sementara mereka yang disusui ASI selama empat bulan, perbendaharaan katanya lebih banyak.

Dr David McCormick, seorang dokter anak di University of Texas Medical Branch di Galveston mengatakan, ASI bermanfaat bagi sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan, dan fungsi otak. ”Ada begitu banyak keuntungan lain dari sekadar peningkatan IQ,” kata McCormick, yang tidak terlibat dalam penelitian baru ini.

Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa bayi yang diberi ASI selama enam bulan atau lebih, terutama bayi laki-laki, pencapaian nilainya di sekolah jauh lebih baik saat dia berusia 10 tahun dibanding dengan anak yang rutin minum susu formula.

‘’Mengonsumsi ASI harus dianjurkan, baik untuk bayi laki-laki maupun perempuan karena mengandung banyak manfaat positif,” kata pemimpin studi Wendy Oddy, seorang peneliti di Telethon Institute for Child Health Research di Perth, Australia.

Hasil penelitian ini telah dipublikasikan pada edisi online 20 Desember lalu di jurnal Pediatrics. Oddy dan rekan-rekannya melihat skor akademik pada anak usia 10 tahun atau lebih dari 1.000 anak-anak yang ibunya telah terdaftar dalam serangkaian penelitian yang dilakukan di Australia Barat.

Setelah disesuaikan dengan faktor lain, seperti jenis kelamin, pendapatan keluarga, faktor ibu, dan stimulasi dini di rumah, seperti membaca, mereka memperkirakan adanya hubungan antara menyusui dan hasil pendidikan. Hasilnya, bayi yang disusui selama enam bulan atau lebih memiliki skor akademik yang lebih tinggi pada tes standar dibanding mereka yang disusui kurang dari enam bulan.

Namun, hasilnya bervariasi menurut jenis kelamin dan kemajuan hanya signifikan terlihat dari sudut pandang statistik anak-anak. Anak-anak memiliki nilai lebih baik dalam matematika, membaca, mengeja, dan menulis jika mereka disusui selama enam bulan atau lebih.


Mengonsumsi ASI selama enam bulan bagi anak perempuan mungkin tidak berpengaruh banyak dan secara statistik tidak signifikan meningkatkan nilai membaca di sekolah. Alasan adanya perbedaan jenis kelamin sampai sekarang belum jelas. Namun, Oddy berspekulasi bahwa ASI mungkin memiliki manfaat lebih besar bagi anak laki-laki.

Minggu, 18 September 2011

Efek Positif Musik Buat Bayi


Efek musik pada orang dewasa sudah jelas, bikin suasana hati riang, memperbaiki mood, memeriahkan suasana, dan masih banyak lagi. Trus bagaimana efek musik terhadap bayi...?

Musik dipercaya memiliki banyak manfaat positif bagi bayi. Bayi yang mendengarkan musik tumbuh menjadi anak lebih tenang. Tak hanya itu, dibandingkan bayi yang tak pernah terekspos musik, ia juga akan memiliki pencernaan lebih baik. Dampaknya, efisiensi metabolismenya meningkat dan akhirnya pertambahan berat badannya lebih baik. 

Keajaiban musik bagi anak memang sudah dirasakan sejak masih dalam kandungan. Janin menunjukkan reaksi tertentu ketika diperdengarkan alunan musik. Ibu hamil dapat merasakan gerakan janinnya semakin cepat atau justru menjadi lebih rileks. 

Ketika bayi lahir sebaiknya kebiasaan memperdengarkan musik ini jangan dihentikan. Menurut hasil penelitian psikolog Fran Rauscher dan Gordon Shaw dari University of California-Irvine, Amerika Serikat, memang ada kaitan erat antara kemahiran bermusik dengan penguasaan level matematika yang tinggi, serta keterampilan di bidang sains, ketika anak sudah bersekolah. 

Penelitian kedua pakar ini menunjukkan, anak yang mendapat pendidikan musik meningkat inteligensi spasialnya (kecerdasan ruang) 46% dibanding anak-anak yang tidak terekspos musik. 

Sementara menurut Dr. Dee Joy Coulter, pakar neuroscience dan penulis buku Early Childhood Connections: The Journal of Music and Moment-Based Learning, permainan yang mengandung musik akan membuat anak cepat meningkat keterampilan berbahasanya dan cepat bertambah kosa katanya. Kelak ia akan tumbuh menjadi anak yang mampu mengorganisasi ide dan memecahkan masalah. 

Jadi, tunggu apalagi? Biasakanlah bayi Anda mendengar musik mengalun di rumah. Ajaklah ia bersenandung dan membuat gerakan tangan dan kaki seiring bunyi musik yang didengarnya. 

Artikel Menarik lainnya tentang si kecil bisa dilihat di SebelahSini

Jumat, 16 September 2011

Banyak Manfaat Pisang buat Si Kecil


Di pedesaan, orang-orang tua sering menyarankan untuk memberi makan pisang pada anak2, kalau masih kecil, bisa digunakan sendok untuk mengerok pisang tersebut. rupanya saran orang-orang tua itu banyak manfaatnya Ternyata pisang sangat kaya mineral  

- Kaya potasium. Pisang mengandung tiga jenis gula alami, yakni sukrosa, fruktosa, dan glukosa, yang bisa memberi energi bagi anak untuk beraktivitas. Selain itu, pisang juga kaya kandungan potasium. 

Misalnya, pisang ukuran sedang (sekitar 125 gr) mengandung sekitar 400 mg potasium, yang berarti memenuhi 10% kebutuhan potasium tubuh dalam sehari. Zat ini pas untuk anak senang berolahraga, karena bisa membantu otot berkontraksi dengan baik dan mengurangi masalah kram.

- Bikin otak encer. Penelitian yang dilakukan pada 200 murid Twickenham Prepatory School, Inggris, menunjukkan, para siswa merasa optimal mengerjakan soal ulangan, jika makan pisang saat sarapan, jam istirahat, dan makan siang. Ternyata, potasium juga memainkan peran dalam menjaga fungsi otak, terutama yang berkaitan dengan fungsi memori dan kegiatan belajar. 

- Mood food. Pisang memiliki kandungan vitamin B6 paling tinggi, yakni 0,4 mg untuk pisang seberat 120 gr. Masalahnya, kandungan setinggi itu sulit ditemukan dalam makanan si kecil. 

Padahal, vitamin B6 berperan mengubah asam amino triptofan menjadi serotonin, yang berfungsi menenangkan otak dan menstabilkan mood, lho! Selain itu, vitamin B6 akan membantu tubuh membentuk hemoglobin dan menjaga tingkat gula darah dalam tubuh. 

- Pilih yang matang. Ternyata, serat dalam pisang yang belum matang tidak mudah dicerna anak. Jadi, pilihlah pisang matang yang berwarna kuning dengan bercak cokelat. Pisang jenis ini mengandung serat yang mudah larut dalam tubuh, sehingga bisa mengatasi sembelit, diare, serta membantu mengurangi kadar kolesterol dalam tubuh. 

- Baik untuk bayi. Mencoba memilih makanan padat pertama untuk bayi Anda? Pisang bisa dimasukkan dalam menu MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) si kecil. Selain mudah dicerna, tidak mengandung lemak, dan jarang sekali menyebabkan alergi, rasa manis pisang pasti disukai anak. Wah, pengalaman makan padat pertama si kecil akan menyenangkan.

artikel menarik lain tentang bayi bisa dilihat Kesini

Kembangkan Percaya Diri Anak


Anak yang percaya diri memiliki modal penting untuk masa dewasanya kelak, bila memang sudah ada bakat alami percaya diri,hal ini bukan masalah, nah buat anak yang 'terlalu Pemalu' ada baiknya orangtua membaca sampai selesai artikel ini...

Percaya diri adalah kunci sukses. Rasa percaya diri yang tinggi terbentuk karena anak punya gambaran tentang diri yang positif, yang dibangun oleh anak melalui pengalaman sehari-hari selama berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya:   
Tidak dibandingkan dengan anak lain, dimaklumi kemampuannya. Anak yang selalu dibanding-bandingkan menerima pesan, “Kamu tidak sebaik anak lain”. Merasa diri tak sebaik anak lain, ia mengembangkan rasa rendah diri, bukan percaya diri.  
Tidak dihukum karena kesalahannya, membuatnya paham bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar. Anak-anak, tentu saja melakukan banyak kesalahan. Misalnya mainan yang tersebar di mana-mana, bukan alasan untuk menghukumnya, tetapi perlu dilatih tentang arti penting kerapian.
Dibiarkan mencoba menyelesaikan tugas sendiri, tidak serta merta dibantu. Tugas seperti makan sendiri, melepas baju sendiri, memakai sepatu dan meletakkan sepatu atau handuk pada tempatnya, membuat anak bangga dapat melakukannya. Rasa percaya dirinya pun terbangun. Kunci penting untuk membangun rasa percaya diri anak adalah memberinya tugas dan kesempatan menyelesaikannya tanpa bantuan.
Dipuji sesuai pencapaian. Semua anak senang dan butuh dipuji. Penghargaan terhadap keberhasilan memang patut dihargai. Bagi anak, pujian adalah tanda ia melakukan sesuatu yang baik. Anak yang tidak pernah mendapat pujian, tak pernah tahu apakah ia melakukan sesuatu yang baik. Menjadi anak baik adalah keingingan setiap anak.
Diberi sebutan yang positif, seperti “anak rajin” atau “anak pintar”. Anak yang mendapat nama yang bagus akan mengembangkan diri sesuai sebutannya.


Bangunlah rasa percaya diri anak dengan strategi yang tepat:
1. Pahami kekuatan dan kelemahan anak. Lakukan pengamatan yang teliti terhadap anak, kemudian buat catatan tentang kekurangan dan kelebihannya. Contoh:
Kekuatan:
•  Mandiri.
•  Bisa main catur dengan langkah tepat. 
•  Bisa berenang di kolam dalam.
Kelemahan:
•  Tak bisa menyanyi satu lagu pun.
•  Mulutnya bungkam, bila ditanya tak mau menjawab. 
•  Tak mau ikut keriaan di acara 17 Agustusan.
Tonjolkan kelebihan anak, hindari mengungkit kelemahannya. Jangan minta anak pamer sesuatu yang tidak bisa dia lakukan. Bangun rasa percaya diri anak, ungkapkan kehebatannya, apa yang sudah dapat dicapainya di usianya ini. Penerimaan dan dorongan Anda dapat membentuk rasa percaya diri karena balita merasa punya peluang untuk dipuji.    

2. Tetapkan batasan yang jelas . Tetapkan batasan dan konsekuensi yang jelas, serta keseimbangan antara disiplin yang ketat dan fleksibel. 
• Tuntutan yang tidak realistis dan hukuman yang tidak sepadan, membuat anak tak berdaya. Ketakberdayaannya membangun rasa rendah diri.
• Konsisten menerapkan aturan yang harus dijalani oleh anak. Aturan yang tidak konsisten membuat anak bingung dan merasa tak berdaya. 
• Saat mendisiplin, orang tua tak berhak menilai, tidak menyerang pribadi anak yang bisa merendahkan harga diri anak.   

3. Dengarkan anak. Tatap mata anak saat ia bicara, dan berikan perhatian pada yang dia sampaikan. Bahasa tubuh Anda terbaca oleh anak, apakah Anda memberi perhatian penuh atau sambil lalu. Perhatian membuat anak merasa dirinya penting. Keberadaannya yang penting ini  membangun rasa percaya diri. Kesibukan Anda membuat Anda sulit fokus pada satu hal, apalagi omongan anak yang bertele-tele. Luangkan waktu untuk mendengarkan anak bicara dan berlatih menanggapi omongan anak secara tepat. Ia butuh rasa aman untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya.  

4. Maklumi kesalahan anak. Relakan bila anak berbuat salah dalam batas tertentu. Anak-anak harus didorong untuk menghadapi risiko atas pilihannya, meski pilihannya keliru. Bila anak melihat kesalahannya sebagai tantangan bagi kemampuannya, ia akan berani menghadapi risiko. Kemampuan mengatasi tugas sulit dan memperbaiki kesalahan adalah tanda, anak Anda merasa nyaman dengan dirinya sendiri, dia akan yakin bahwa ia mampu mengatasi masalah. Anak yang punya rasa percaya diri akan hidup bahagia.'


Tengok Artikel Menarik lainnya tentang anak, di Sebelah

Kamis, 15 September 2011

Melatih Kemampuan Motor Anak


Sebelum si kecil masuk sekolah, ada baiknya dipersiapkan dahulu. salah satunya adalah mempersiapkan kemampuan menulis.

Kemampuan menulis sangat menunjang kegiatan belajar balita di sekolah. Memang pada usia 2-3 tahun balita belum bisa menulis. Kemampuan motorik halus atau grafomotornya baru dalam tahap menciptakan coretan-coretan. Meski begitu, Anda tetap harus perlu melatih kemampuan gramotornya. Lewat latihan yang tepat, anak semakin terampil.

1. Coret-coret. Balita belajar memegang krayon dengan benar untuk menulis dan  belajar konsentrasi karena dia harus menuangkan pikirannya di dalam kertas. Jangan lupa, tanyakan tentang karya apa yang dia buat dan puji dia. Selain itu, akan melatih kekuatan jari tangan karena balita harus mengenggam krayon cukup kuat agar bisa meninggalkan jejak goresan di kertas.
cara Membimbing: Jangan paksa anak untuk menulis huruf. Biarkan dia mencoret-coret sesuka hati. Beri balita krayon yang nyaman dia pegang dan biarkan ia mencoret di atas kertas atau buku gambarnya. Ajak dia melakukan kegiatan ini di mejanya dengan posisi yang benar agar tidak akan cepat lelah dan terbiasa menggambar atau menulis di meja.

2. Finger Print. Balita bisa mengunakan salah satu jari atau semua jarinya untuk menciptakan berbagai kreasi bentuk. Lewat melukis dengan jari, anak melatih fleksibilitas jemarinya untuk bergerak leluasa di atas kertas. Biarkan dia menggunakan berbagai warna sekaligus untuk mengenalkannya pada warna dan kepercayaan diri pun tumbuh.
Cara Membimbing Pastikan menggunakan cat yang aman. Anda juga harus siap baju balita kotor, maka sebaiknya siapkan pakaian yang memang Anda korbankan untuk kegiatan ini. Jangan lupa alasi lantai sekitar kegiatan agar terlindungi dari cat tercecer.

3. Menempel. Ada dua kegiatan menempel, yaitu menempelkan stiker ke buku stiker atau menempelkan kertas dengan lem. Bila menggunakan lem Anda bisa meminta balita menempelkan kertas yang diberi lem ke kertas atau menempelekan kedua buah kertas yang diberi lem menjadi satu. minta anak mengoleskan lem ke kertas yang sebelumnya sudah Anda contohkan.
Cara membimbing Sediakan stiker dengan gambar yang menarik. Anda juga bisa mengajak anak membentuk pizza dengan menempelkan stiker warna-warni ke dalam lingkaran cokelat, sekan-akan mengisi pizza dengan sayur dan daging. Pastikan Anda memilih lem yang aman untuk anak-anak.

4. Mengelupas. Kegiatan ini memperkuat kemampuan grafomotor anak karena melatih otot-otot motorik halus. Balita focus menggunakan jari-jemarinya untuk melepaskan stiker yang menempel. Aktivitas ini menyenangkan karena stiker bisa dikelupas ditempelkan lagi dan dikelupas lagi.
cara Membimbing: Jika balita menemui kesulitan, Anda kelupas dahulu sedikit di ujung stiker dan biarkan ia melanjutkan. Kegiatan ini lebih menyenangkan, dengan mencoba menempelkan stiker di bagian tubuh anak, seperti tangan, perut, lutut, dan telapak kakinya. Selain belajar mengelupas, ia sekaligus belajar mengenal anggota tubuhnya. Pilih stiker yang ukurannya cukup besar, tak sulit dikelupas dan tidak lengket setelah dikelupas.

5. Bermain Puzzle. Kegiatan ini bisa membantu melatih kemampuan menulis balita karena lewat puzzle anak diminta mengenali obyek, menyeleksi obyek dari kiri ke kanan, focus melakukan sesuatu dalam jangka wkatu tertentu. Bermain puzzle juga meningkatkan rentang konsentrasi dan koordinasi mata-tangan balita.
Cara Membimbing: Awalnya berikan balita puzzle yang disertai kenop sehingga memudahkannya memegang kepingan puzzle. Mulai dengan kepingan yang jumlahnya kurang dari 10 keping dengan gambar sederhana dna ukuran keeping puzzle cukup besar. Pilih puzzle yang menyertakan gambar yang sudah terangkai sebagai panduan.

cara lain melatih si kecil bisa dilihat disini

Minggu, 11 September 2011

Adik Kakak Bertengkar

Anak-anak Anda sering bertengkar dan berkelahi? Tidak hanya emosi Anda yang habis, pekerjaan rumah kadang ikut terbengkalai karena harus melerai mereka. Baca enam langkah ini untuk mengatasi anak-anak yang bertengkar, dan bagaimana membuat mereka jadi lebih akur.

Langkah 1: Berpikir dengan kepala dingin
Jangan terbawa emosi dan langsung membela salah satu anak. Cobalah mengamati pertengkaran mereka dan berpikir lebih objektif. Anak-anak sering bertengkar akan banyak hal. Bisa karena tidak mau berbagi mainan, atau hanya karena ingin mendapat perhatian dari orangtua. Bisa karena mereka punya pandangan yang berbeda, atau hanya karena mereka kesal harus berbagi apa yang dimiliki setiap hari. Yang perlu Anda ingat, kebanyakan pertengkaran antarsaudara sebenarnya tidak akan merusak hubungan mereka. Di menit ini mungkin mereka akan berebut potongan Lego berwarna merah, tapi pada menit berikutnya mereka akan akur dengan sendirinya setelah salah satu menyadari bahwa ia lebih suka Lego berwarna biru.

Langkah 2: Jangan ada penonton
Fakta membuktikan, anak-anak akan bertengkar lebih lama dan lebih menjadi-jadi apabila ada orang lain di antara mereka, terutama orangtuanya. Anda pasti sering mengalami ketika anak sulung Anda melontarkan ejekan kepada adiknya hingga kesal, tapi tatapan matanya selalu tertuju pada Anda. Itu adalah salah satu tandanya. Atau, salah satu akan mengadu agar Anda akhirnya turun tangan dan menyelesaikan persoalan. Memang itu sebenarnya yang mereka inginkan, tapi sebaiknya tidak Anda lakukan. Lebih baik, tinggalkan ruangan dan katakan mereka untuk menyelesaikan masalah itu sendiri. Dijamin tak lama kemudian mereka akan berhenti berteriak satu sama lain.

Langkah 3: Ketahui kapan harus memberi solusi
Ketika waktunya Anda harus menyelesaikan pertikaian antara anak-anak, terlebih dulu Anda perlu mengamati pola pertengkaran mereka. Apa, sih, yang jadi bahan pertengkaran mereka? Berebut komputer atau acara TV? Selesaikan dengan cara membuat jadwal penggunaan komputer dan TV. Atau mereka selalu berkelahi ketika Anda sedang sibuk memasak? Libatkan mereka dalam pekerjaan Anda. Sering berebut menempati tempat duduk tertentu di mobil? Tentukan tempat mereka secara spesifik dan katakan kapan mereka bisa saling bertukar tempat. Intinya, Anda perlu menemukan hal-hal pemancing persoalan dan setelahnya menyusun rencana untuk mencegahnya.

Langkah 4: Ajarkan mereka bernegosiasi
Mintalah mereka untuk berkompromi ketika sedang mempertengkarkan suatu hal. Sebagai awal, Anda bisa mengajarkannya dengan cara mendudukkan mereka di sebelah kiri dan kanan Anda, lalu berikan mereka pilihan. Apakah mereka mau menyelesaikan sendiri atau diselesaikan orangtua. Kalau diselesaikan orangtua, artinya apa pun yang diputuskan orangtua harus diterima, meski tidak suka. Namun jika ingin menyelesaikan sendiri, persilakan mereka mencari mana yang terbaik bagi mereka berdua sehingga pada akhirnya semua senang. Orangtua hanya menjadi mediator yang memberi saran. Setelah beberapa lama, pada akhirnya anak-anak akan terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri.

Langkah 5: Alihkan perhatian mereka
Ada kalanya anak-anak berkelahi hanya karena hal-hal yang remeh, seperti menggoda adik dengan wajah yang aneh. Kalau ini yang terjadi, lebih baik Anda mengalihkan perhatian mereka dengan meminta bantuan mengerjakan sesuatu, seperti mengambilkan dompet di kamar. Dengan sendirinya pertengkaran akan reda.

Langkah 6: Puji perilaku baik mereka
Meski sering bertengkar, ada kalanya mereka bisa bermain bersama. Ini saatnya bagi Anda untuk memberitahu mereka betapa bangganya Anda akan perilaku baik ini. Buatkan kue untuk mereka dan katakan bahwa Anda senang melihat mereka akur seperti itu. Mereka akan berusaha untuk lebih akur agar Anda kembali memuji mereka.

sumber: kompas

BIla masih sering menghadapi anak yang suka mengamuk, coba lihat Disini...

Kamis, 08 September 2011

Latih Si Kecil di Rumah


Selain belajar di Sekolah, si Kecil juga perlu stimulasi di rumah lho, untuk menambah perkembangan otak dan mentalnya.

Untuk meningkatkan daya pikir serta kreativitas anak usia sekolah dasar, Dr. David George mengusulkan pelbagai latihan dan rangsangan menarik yang dapat dilakukan selama waktu senggang di rumah, misalnya:

-Bermain scrabble dengan menggunakan kosa kata yang biasa didengar dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tentang jalan, kebun, binatang, Lebaran, sekolah, cuaca.

-Mengumpulkan nama-nama alat rumah tangga. Setelah itu anak diminta menggambarkannya serta menyebutkan 10 kegunaan alat rumah tangga tersebut. Misalnya, selain untuk membersihkan lantai, sapu bisa dipakai untuk apa saja?

-Merencanakan suatu perjalanan dan menyebutkan masalah yang bisa terjadi. Anak diminta memecahkan masalah tersebut. Alat bantu yang dipakai bisa berupa koran, buku, telepon, dan peta.

-Mengundang sanak keluarga yang sudah lanjut usia untuk mendiskusikan kehidupan masa lalu (20 - 50 tahun lalu). Kemudian anak diminta menggambar pohon kerluarga yang berisi silsilah atau sejarah keluarga.

-Diskusikan acara-acara TV yang menarik. Hubungkan masing-masing watak tokoh dalam cerita TV dengan kepribadian orang yang sangat dikenalnya. Kalau memungkinkan mintalah anak untuk menyingkat cerita dalam film, TV. Cukup dalam 3 atau 4 kalimat.

-Belajar membuat cerita kartun atau komik tentang kepahlawanan.

-Ajarilah anak bermain catur untuk melatih logika.

-Mempelajari tanaman mana yang musiman, mana yang terus tumbuh. Pelajari juga kapan berbunga atau berbuah.

-Berlatih dengan teka-teki silang atau mencoba membuatnya sendiri. Boleh juga menciptakan tebak-tebakan dan pantomim.

Tentu saja masih banyak lagi pelatihan-pelatihan menarik lain yang dapat diberikan kepada anak, asalkan sesuai dengan usia kematangan anak.

Orangtua juga bisa beraktivitas bersama dengan anak. Agar menyenangkan untuk si anak, cobalah beberapa saran berikut ini dalam beraktivitas bersama.

-Perhatikan kondisi tubuh dan emosi orangtua maupun anak sebelum dan saat beraktivitas.
-Tujuan aktivitas bersama ini untuk membina kedekatan orangtua-anak, dengan menumbuhkan keingintahuannya akan bermacam-macam hal.
-Pilih kegiatan yang membutuhkan interaksi timbal balik, dan kerja sama. Hasilnya anak akan lebih tanggap terhadap ajakan orangtua, lingkungan, dan mampu memusatkan perhatian pada lawan bicaranya. Cara ini akan merangsang koneksi antarsel sarafnya.
-Kegiatan yang dilakukan harus menyenangkan si anak. Bila ia stres, tubuhnya akan memproduksi hormon kortisol yang menghambat koneksi antarsel saraf sehingga informasi lebih lambat diproses.
-Hindari kegiatan bermain yang terlalu menekankan penggunaan kertas dan pensil. Biasanya anak usia balita belum mampu berlama-lama untuk menikmati kegiatan ini.
-Variasikan kegiatan bersama. Pada intinya berikan kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak dan kecerdasan majemuk.
-Setiap anak itu unik, memiliki kelebihan dalam bidang tertentu dan kekurangan dalam bidang lain.
-Dengan bermain bersama anak dapat belajar bagaimana mengendalikan emosi dan keinginan sesaat. Juga bahwa tidak semua keinginannya bisa terpenuhi.

Manfaatkan waktu yang ada Semaksimal mungkin, kalau tidak bisa terjadi seperti DISINI

Batuk Pilek Bayi


lagi-lagi si Kecil batuk pilek lagi...musti gimana yah? padahal sudah kesana sini dapat obat macam2, ternyata ada hal yang harus kita ketahui

Seorang bayi seharusnya jarang sakit karena masih ditopang imunitas tinggi sewaktu dikandung atau menyusu ibunya. Penyakit sehari-hari seperti flu (yang ditandai panas, batuk, pilek), penyakit virus lain, atau bahkan infeksi kuman dapat ditolaknya. Sejak lama fakta ini telah disadari. Coba saja, bila bayi Anda tinggal serumah dengan seseorang penderita campak, maka biasanya ia tidak akan gampang tertular.

Namun nyatanya, banyak anak dan bayi menjadi pelanggan dokter setiap 2 - 3 minggu karena penyakit yang sama, bolak-balik demam, batuk, dan pilek. Sampai orang tuanya tidak tahu harus bagaimana lagi. Pencetus penyakit pada anak memang sulit ditentukan karena dapat bermacam-macam, misalnya lingkungan kurang sehat, polusi tinggi, dan ada perokok di rumah. Penggunaan penyejuk udara (AC) di malam hari bisa menimbulkan alergi suhu dingin, membuat hidung anak mampet sehingga ia harus bernapas lewat mulut. Kipas angin dipasang di kamar tidur yang lalu meniup debu ke segala penjuru kamar. Belum lagi penularan virus di sekolah dan tempat-tempat ramai seperti mal. Juga perawat yang sedang batuk dan pilek. Tak langka pula kejadian sakit gara-gara mengonsumsi makanan ringan tidak sehat yang membuat tenggorokan tergelitik.

Batuk dan pilek beserta demam yang terjadi sekali-kali dalam 6 - 12 bulan sebenarnya masih dinilai wajar. Tetapi, observasi menunjukkan bahwa kunjungan ke dokter bisa terjadi setiap 2 - 3 minggu selama bertahun-tahun. Bila ini yang terjadi, maka ada dua kemungkinan kesalahkaprahan dalam penanganannya.

Pertama, pengobatan yang diberikan selalu mengandung antibiotik. Padahal 95% serangan batuk dan pilek dengan atau tanpa demam disebabkan oleh virus, dan antibiotik tidak dapat membunuh virus. Selain mubazir, pemberian antibiotik kadang-kadang justru menimbulkan efek sampingan berbahaya. Kalau dikatakan akan mempercepat penyembuhan pun tidak, karena penyakit virus memang bakal sembuh dalam beberapa hari, dengan atau tanpa antibiotik. Hal ini telah dibuktikan dengan studi terkontrol berulang kali sejak ditemukannya antibiotik di tahun 1950 - 1960-an. Hasilnya selalu sama sehingga tidak perlu diragukan lagi kebenarannya.

Di lain pihak, antibiotik malah membunuh kuman baik dalam tubuh yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menghindarkan kuman jahat menyerang tubuh. Ia juga mengurangi imunitas si anak sehingga daya tahannya menurun. Akibatnya, anak jatuh sakit setiap 2 - 3 minggu dan perlu berobat lagi. Orang tuanya lalu langsung membeli antibiotik di apotek atau pasar hanya karena setiap kali ke dokter mereka diberi obat tersebut.

Lingkaran setan ini: sakit - antibiotik - imunitas menurun - sakit lagi, akan membuat si anak diganggu panas, batuk, dan pilek sepanjang tahun, selama bertahun-tahun. Komplikasi juga sering akan terjadi yang akhirnya membawa anak itu ke kamar perawatan di rumah sakit.

Pengalaman menunjukkan, bila antibiotik dicoret dari resep (sementara obat batuk dan pilek yang adekuat diberikan), setelah 1 - 3 bulan, si anak tidak akan gampang terserang penyakit flu lagi. Pertumbuhan badannya pun menjadi lebih baik.

Salah kaprah kedua ialah gejala batuk dan pilek yang tidak diobati secara benar, artinya siasat pengobatan perlu diubah. Ini lantaran obat jadi yang dijual di apotek tidak selalu dapat mengatasi masalah setiap penderita. Bahkan, sering terjadi batuk dan pilek malah menjadi lebih parah dan berkepanjangan.

Suatu perubahan yang mendasar dan individual dalam resep, perlu dilakukan untuk memutus lingkaran setan panas, batuk, dan pilek ini. Yang utama ialah menghentikan antibiotik, tidak memberikan kortikosteroid secara terus-menerus, menghentikan pemberian obat penekan batuk dan menggantinya dengan bronkodilator, serta memberikan campuran obat pilek yang baru. Efedrin dosis kecil - dicampur dengan antihistamin yang efektif - merupakan obat pilek terbaik. Sementara, semua obat yang ternyata tidak terbukti efektif perlu dihentikan.

Terakhir, yang tidak kalah penting, carilah faktor pencetus yang dicantumkan di awal tulisan ini. Bila ditemukan, hindarilah. Semoga anak Anda tidak perlu lagi begitu sering berobat karena flu! Selamat mencoba!

selain itu tidak semua penyakit perlu obat, lihat saja DISINI

Ibu Rumah Tangga Sering Stress sekitar Jam Segini...


Memandikan anak, menyiapkan makanan, membereskan rumah, adalah beberapa pekerjaan khas ibu rumah tangga. ada ibu rumah tangga yang nyantai2 saja, ada juga yang tertekan dengan kondisi tersebut. nah sebenarnya Kapan seorang ibu merasa paling stres? Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pada pukul 17.55, adalah saat ketika jutaan ibu di dunia sibuk dan stres menyiapkan makan malam untuk keluarganya.

Menurut The Telegraph, saat kedua yang paling menegangkan adalah pukul 7.15, ketika memandikan balita mereka. Lalu, waktu paling stres ketiga adalah pukul 20.45, ketika mereka mengantarkan anak-anak tidur.

Penelitian yang dilakukan oleh Betterbathrooms melibatkan responden 2.000 ibu di Inggris. Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa separuh dari para responden mengakui sulit untuk mengendalikan emosi selama jam-jam sibuk tersebut.

“Menyeimbangkan tuntutan pekerjaan di kantor dan dalam keluarga kadang-kadang sangat sulit, tetapi benar-benar mengejutkan bahwa waktu yang paling menegangkan bagi ibu adalah ketika menyiapkan makanan,” kata Pete Robertshaw dari Betterbathrooms.com.

Ditambah lagi, setengah dari responden ibu-ibu tadi mengklaim bahwa anak-anak mereka menolak untuk makan dan tidak suka makanan yang disiapkan. Padahal setiap hari mereka selalu berpikir keras menyiapkan variasi makanan untuk anak-anak mereka.

Para ibu juga mengeluhkan betapa sulitnya mengelola keluarga. Hal ini bahkan lebih sulit dan stres daripada bekerja di kantor. Kebanyakan mereka juga merasa bahwa tidak memiliki cukup waktu untuk diri sendiri.

Dengan hasil penelitian itu, Pete Robertshaw menyarankan kepada para ibu untuk bersantai selama satu jam dalam seminggu. “Mereka harus punya waktu untuk berendam, santai, membaca buku dan meninggalkan anak-anak mereka dengan ayah mereka,” lanjut Pete.

Kalau sudah Begini, lebih baik atasi dengan CARA INI