Rabu, 04 April 2012

'Panduan' Memberi Hukuman Bagi Anak


ketika anak berbuat kesalahan, hampir 90 persen orang tua mengaku pernah memberikan hukuman fisik. Padahal sudah banyak psikolog melarang orang tua menghukum anak secara fisik, karena dapat berlanjut ke kekerasan fisik.

Sebuah penelitian dari University of New Orleans, AS, menyimpulkan tiga hukuman untuk anak berikut ini adalah yang paling efektif dibandingkan memukul, yaitu:

1. Mendiamkan atau memberikan mereka waktu sendiri untuk merenungi kesalahannya. Setelah itu, baru ajak dia mengobrol menanyakan apa alasan anak berulah.

2. Memberikan anak tugas rumah tambahan.

3. Tidak memperbolehkan anak melakukan aktivitas favoritnya untuk sementara. Misalnya, tak diizinkan bermain internet dan menonton teve selama seminggu.

Kekerasan memang bukan solusi terbaik. Sebab, meski orang tua hanya sesekali memukul anak, tetap saja dapat membuat anak cenderung mudah stres dan tidak percaya diri.

"Kuncinya adalah konsistensi. Memberikan hukuman fisik, bagi Anda mungkin cukup keras sehingga si kecil bisa menghentikan kenakalannya. Tapi, cara itu justru bisa menimbulkan masalah yang lebih besar. Lebih baik menggunakan tipe untuk mendisiplinkan anak dan fokus pada konsistensi," kata Dr. Paul Frick, salah satu pengajar dariUniversity of New Orleans, AS.

Pada penelitian ini, Dr. Frick dan tim peneliti mengamati dampak dari kekerasan fisik pada 98 anak. Dampaknya ternyata lebih banyak negatifnya. Pelajaran yang didapat anak justru, jika sedang marah pada seseorang, kita diperbolehkan untuk memukul.

"Kuncinya adalah memiliki beragam bentuk hukuman yang tergantung pada usia anak. Pada anak yang masih di bawah 5 tahun, lebih baik diberi hukuman dengan mendiamkannya. Sedangkan bagi anak yang berusia di atas lima tahun, akan lebih baik jika diberi hukuman tambahan tugas rumah dan tidak diizinkan melakukan aktivitas favorit anak untuk sementara. Tiga cara ini cukup efektif dan tanpa menyakiti anak-anak," ujar Frick, lewat hasil penelitian ini dimuat dalam 'Journal of Applied Developmental Psychology'.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar